Etos berasal dari Bahasa Yunani,ethos
yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan
atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu tetapi juga oleh
kelompok bahkan oleh masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini
dikenal pula kata etiket dan etika yang hampir mendekati pada pengertian akhlak
atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk(moral), sehingga dalam etos
tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan
sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas
kerja yang sesempurna mungkin. Dalam etos tersebut, ada semacam untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala
kerusakan sehingga setiap pekerjaanya diarahkan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya (Tasmara,2002:15)
Secara
terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas, digunakan
dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu: suatu aturan umum atau cara hidup,
suatu tatanan aturan perilaku atau penyelidikan tentang jalan hidup dan
seperangkat aturan tingkah laku.
Dalam pengertian
lain,etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan
yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang
positif.
Akhlak atau etos
dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah membiasakan kehendak.
Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan
dirinya dan diluar dirinya.
Dari keterangan di
atas, dapat disimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau karakter seorang
individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai
dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau cita-cita.
Dalam pandangan
Islam, sikap yang terkandung dalam konsep etos itu tergambar dalam istilah
ihsan, sebagaimana Allah menciptakan manusia dalam bentuknya yang paling
sempurna (fi ahsani taqwim). Senada
dengan kata ihsan, didalam al-Qur’an ditemukan kata itqan yang berati proses
pekerjaan yang sangat bersungguh-sungguh, akurat dan sempurna seperti tersirat
dalam firman Allah dalam surat AL-Naml ayat 88:
“Dan engkau akan melihat
gunung-gunung yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan
(seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna
segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha teliti apa yang kamu kerjaan.”
Oleh karenanya,
seorang muslim yang berkepribadian qur’ani pastilah akan menunjukan etos kerja
yang bersikap dan berbuat serta menghasilkan segala sesuatu secara ssangat
bersungguh-sungguh dan tidak pernah mengerjakan sesuatu dengan setengah hati(mediocre) (Tasmara,2002:16)
Sementara istilah
kerja, menurut Tasmara (2002:24) adalah semua aktifitas manusia yang memenuhi
aspek sebagai berikut :
1)
Aktifitasnya dilakukan karena ada
dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang
besar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas. Bekerja bukan
sekedar mencari uang, tetapi ingin mengaktualikannya secara optimal memiliki
nilai transendental yang sangat luhur.
2)
Apa yang dia lakukan tersebut
dilakukan karena kesengajaan, sesuatu yang direncanakan. Karenannya, terkandung
di dalammnya suatu gairah dan semangat untuk mengerahkan seluruh potensi yang
dimilikinya sehingga apa dikerjakannya benar-benar memberikan kepuasaan dan
manfaat. Apa yang benar-benar memberikan kepuasaan dan manfaat. Apa yang
dilakukannya memiliki alasan-alasan untuk mencapai arah dan tujuan yang luhur,
yang secara dinamis memberikan makna bagi diri dan lingkungannya sebagaimana
misi dirinya yang harus menjadi rahmat bagi alam semesta.
Di sisi lain,makna bekerja bagi seorang muslim adalah
suatu upaya yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh aset, piker dan
zikirnya untuk mengaktualisakan atau menampakan dirinya sebagai hamba Allah
yang harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khaira ummah) atau
dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu
memanusiakan dirinya.
Secara lebih hakiki, bekerja bagi seorang muslim merupakan
ibadah, bukti pengabdian dan rasa syukurnya untuk mengolah dan memenuhi
panggilan Ilahi agar mampu menjadi yang terbaik karena mereka sadar bahwa bumi
diciptakan sebagai ujian agi mereka yang memiliki etos yang terbaik. Seperti
yang difirmankan oleh Allah dalam surat al-Kahfi ayat 7:
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, supaya Kami
menguji mereka siapakah yang terbaik amalnya.”
Dengan kata lain, orang yang bekerja adalah mereka yang
menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan
negara tanpa menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori ahli seperti
yang digambarkan dalam al-Quran bukanlah orang yang mempunyai pekerjaan/jabatan
yang tinggi dalam suatu bengkel dan sebagainya. Tetapi sebaliknya al-Quran
menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu adalah orang yang banyak taqwa kepada Allah, khusyu
sholatnya, baik tutur katanya, memelihara pandangan dan kemaluannya serta
menunaikan tanggun jawab sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan lainnya,
seperti disebutkan dalam surat Al Mu’minun ayat 1-11.
Madjid(2010:221) menjelaskan bahwa etos kerja dalam Islam
adalah hasil suatu kepercayaan pada seseorang muslim bahwa kerja mempunyai
kaitan dengan tujuan hidupnya yaitu memperoleh perkenan Allah SWT. Islam adalah
agama amal atau kerja (praxis) yang inti ajarannya menjelaskan bahwa hamba
mendekati dan berusaha memperoleh ridha Allah melalui kerja ata amal saleh dan
dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya.
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi
keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menupuk kekayaan duniawi.
Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT. Suatu hari Rasulullah SAW
berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan
Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
“Kenapa tanganmu?,” tanya Rasul kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa’ad,
“Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari
nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Seketika itu beliau mengambil
tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan
pernah disentuh api neraka.”
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang
berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan
sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian
bertanya, “Wahai Rasulullah,andai kata bekerja semacam orang itu dapat
digolongkan jihad fi sabilillah,maka alangkahnya
baiknya.”Mendengar itu Rasul pun menjawab,”Kalau ia bekerja untuk menghidupi
anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk
menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi
sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta ,itu juga fi sabilillah.” (HR
Ath-Thabrani).
Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh,maka kerja adalah ibadah. Dan
bila kerja itu ibadah,maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kerja.
Bukankah Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya? Tidak
berlebihan bila keberadaan seorang manusia ditentukan oleh aktivitas kerjanya.
Kisah di awal menggambarkan betapa besarnya penghargaan
Rasululllah SAW terhadap kerja. Kerja apapun itu selama tidak menyimpang dari
aturan yang ditetapkan agama.
Demikian besarnya penghargaan beliau, sehingga dalam kisah
pertama, manusia teragung ini “rela” mencium tangan Sa’ad bin Muadz Al-Anshari
yang melepuh lagi gosong. Rasulullah SAW,dalam dua kisah tersebut, memberikan
motivasi pada umatnya bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan termasuk bagian
dari jihad.
Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum
beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan
tugas beliau sebagai uswatun hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia.
Maka saat kita berbicara tentang etos kerja islami, maka beliaulah orang yang
paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara tentang etos kerja Rasulullah SAW
sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau menjalankan peran-peran dalam
hidupnya. Ada lima peran penting yang diemban Rasulullah SAW,yaitu :
1)
Sebagai Rasul. Peran ini beliau
jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu tersebut beliau harus berdakwah
menyebarkan Islam;menerima ,menghapal, menyampaikan dan menjelaskan tak kurang
dari 6666 ayat al-Quran;menjadi guru (pembimbing) bagi para sahabat; dan
menjadi hakim yang memutuskan berbagai pelik permasalahan umat dari mulai
pembunuhan sampai perceraian.
2)
Sebagai kepala negara dan pemimpin
sebuah masyarakat heterogen. Tatkala memegang posisi ini Rasulullah SAW harus
menerima kunjungan diplomatic “negara-negara sahabat”. Rasul pun harus menata
dan menciptakan sistem hukum yang mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani dan
Yahudi, mengatur perekonoian, dan setumpuk masalah lainnya.
3)
Sebagai panglima perang. Selama
hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin pertempuran melawan kafir Quraisy.
Sebagai panglima perang beliau harus mengorganisasi lebih dari 53 pasukan
kaveleri bersenjata. Harus memikirkan strategi perang,persediaan logistik,
keamanan, transportasi, kesehatan, dan lainnya.Sebagai Kepala rumahtangga.
Dalam posisi ini Rasul harus mendidik, membahagiakan dan memenuhi tanggung
jawab lahir-batin terhadap para istri beliau,tujuh anak dan beberapa orang
cucu. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian terhadap keluarganya.
Ditengah kesibukannya Rasul pun masih sempat bercanda dan menjahit sendiri
bajunya.
4)
Sebagai seorang pebisnis Sejak 2
tahun pamannya Abu Thalib sudah mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke
Syam,negeri yang saat ini meliputi Syria,Jordan dan Lebanon. Dari usia 17
hingga 20 tahun adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnis rasul karena
beliau harus mandiri dan bersaing dengan pemain senior dalam perdagangan
regional .Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan “terpikatnya”
konglomerat Mekah,Khadijah binti Khuwalid, yang kemudian melamarnya menjadi
suami. Afzalurrahman dalam bukunya,Muhammad
sebagai Seorang Pedagang (2000:5-12), mencatat bahwa Rasul pun sering
terlibat dalam perjalanan bisnis ke berbagai negeri yang seperti yang
Yaman,Oman dan Bahrain. Dan beliau mulai mengurangi kegiatan bisnisnya ketika
mencapai usia 37 tahun . Adalah kenyataan bila Rasulullah Saw mampu menjalankan
kelima perannya tersebut dengan sempurna, bahkan menjadi yang terbaik. Tak
heran bila para ilmuwan baik itu yang Muslim maupun non-Muslim,menempatkan
beliau sebagai orang yang paling berpengaruh,paling pemberani,paling
bijaksana,paling bermoral, dan sejumlah paling lainnya.
Bagaimana Rasulullah SAW
berhasilkan memainkan peran yang begitu komplek dengan berhasil berikut rahasia
kesuksesan karier dan pekerjaan Rasulullah SAW :
1)
Rasul selalu bekerja dengan cara
terbaik,profesional dan tidak asal-asalan. Beliau bersabda,”Sesungguhnya Allah
menginginkan jika salah seorang darimu bekerja,maka hendaklah meningkatkan
kualitasnya.”
2)
Dalam bekerja Rasul melakukannya
dengan manajemen yang baik, perencanaan yang jelas, pentahapan aksi, dan adanya
penetapan skala prioritas.
3)
Rasul tidak pernah menyia-nyiakan
kesempatan sekecil apapun.”Barangsiapa yang dibukakan pintu kebaikan ,hendakna
dia mampu memanfaatkannya, karena ia tidak tahu kapan ditutupkan kepadanya,”
demikian beiau bersabda .
4)
Dalam bekerja Rasul selalu memperhitungkan
masa depan. Beliau adalah sosok yang visioner, sehingga segala aktivitasnya
benar-benar terarah dan terfokus.
5)
Rasul tidak pernah menangguhkan
pekerjaan. Beliau bekerja secara tuntas dan berkualitas.
6)
Rasul bekerja secara berjamaah
dengan mempersiapkan (membentuk) tim yang solid yang percaya pada cita-cita
bersama.
7)
Rasul adalah pribadi yang sangat
menghargai waktu. Tidak berlalu sedetikpun waktu, keculai menjadi nilai tambah
bagi diri dan umatnya. Dan yang terakhir Rasulullah SAW menjadikan kerja
sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk kekayaan
duniawi,beliau bekerja untuk meraih keridhaan Allah SWT.Inilah kunci
terpenting.
B.Karakteristik Etos
Kerja Islami
Dalam
kehidupan pada saat sekarang, setiap manusia dituntut untuk bekerja guna
memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja seseorang akan menghasilkan
uang, dengan uang tersebut seseorang dapat membelanjakan segala kebutuhan
sehari-hari hingga akhirnya ia dapat bertahan hidup. Akan tetapi dengan bekerja
saja tidak cukup,perlu adanya peningkatan,motivasi, dan niat.
Setiap
pekerja, terutama yang beragama islam,harus dapat menumbuhkan etos kerja secara
islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh
dari pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk di
dalamnya menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu seleksi memilih pekerjaan
menumbuhkan etos kerja yang islami menjadi suatu keharusan bagi semua
pekerjaan.
Ciri-ciri
orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan
tingkah lakunya yang berdasarkan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam
bahwa bekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah. Ada semacam panggilan dari
hatinya untuk terus-menerus memperbaiki diri, mencari prestasi bukan prestise
dan tampil sebagai bagian dari umat yang terbaik (khaira ummah).
Berikut
karakteristik etos kerja islami , seperti yang dijabarkan oleh Tasmara
(2002:73-134) :
1)
Menghargai Waktu
2)
Moralitas yang bersih (ikhlas)
3)
Kejujuran
4)
Memiliki Komitmen
5)
Istiqamah(kuat pendirian)
6)
Displin
7)
Konsekuen dan berani menghadapi
tantangan
8)
Sikap percaya diri
9)
Kreatif
10)
Bertanggung jawab
11)
Bahagia karena melayani
12)
Memiliki harga diri
13)
Memiliki jiwa
kepempimpinan(leadership)
14)
Berorientasi ke masa depan
15)
Hidup berhemat dan efisien
16)
Memiliki jiwa usaha
(entrepreneurship)
17)
Memiliki insting
bertanding(fastabiqul khairat)
18)
Keinginan untuk mandiri
(independent)
19)
Merasa kecanduan dengan belajar
dan harus mencari ilmu
20)
Memiliki semangat perantauan
21)
Memperhatikan kesehatan dan gizi
22)
Tangguh dan pantang menyerah
23)
Berorientasi pada produktifitas
24)
Memperkaya jaringan silahturahmi
25)
Memiliki semangat perubahan
(spirit of change)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar